Mengawali langkah pada tahun 2015 ini, Asosiasi Logistik Indonesia
(ALI) mengusulkan delapan (8) Langkah Logistik kepada pemerintahan
Jokowi-JK. Pemerintah harus kerjakan langkah inu untuk menurunkan biaya
logistik pada tahun ini.
Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia Zaldy Masita dan Wakil Ketua
Asosiasi Logistik Indonesia Mahendra Rianto menyatakan, usulan ini
adalah program jangka pendek yang bisa dikerjakan oleh pemerintah dalam
waktu yang singkat untuk menurunkan biaya logistik dan mendukung poros
maritim yang menjadi agenda besar pemerintah.
"Dengan 8 Langkah Logistik ini, kami mengharapkan biaya logistik
dapat turun di tahun 2015 dan memberikan pondasi yang kuat bagi
pengembangan poros maritim," ujarnya dalam siaran resminya, Selasa
(13/1).
Berikut adalah delapan (8) langkah logistik usulan Asosiasi Logistik Indonesia :
1. Mengganti tarif pelabuhan (THC) untuk ekspor impor dari USD ke
Rupiah, tarif dalam rupiah memberikan stabilitas biaya pelabuhan bagi
para pengguna jasa terutama eksportir dan importir dan mengurangi
tekanan usd terhadap rupiah.
2. Pembebasan biaya pelabuhan untuk re-posisi container kosong dari
Indonesia Timur, pembebasan biaya pelabuhan akan menurunkan biaya
pengiriman domestik melalui laut sebesar 25% ke Indonesia Timur.
3. Penegakan hukum yang tegas untuk kendaraan angkutan darat (truk)
yang overload di seluruh Indonesia khususnya pantura yang akan menghemat
biaya BBM dan perawatan untuk truk, dan membuka peluang pengalihan
angkutan barang dari truk ke kereta api atau kapal laut.
4. Mencegah kenaikan tarif kereta api barang selama 2015 untuk
meningkatkan perpindahan volume logistik dari truk ke kereta api.
Menambah kapasitas gerbong barang akan menurunkan biaya operasional
kereta api barang.
5. Mulai mengaktifkan pelabuhan Bitung sebagai satu-satunya pintu
masuk untuk import barang mewah atau konsumtif ke Indonesia untuk
menyeimbangkan volume dari Indonesia Timur ke Barat sehingga biaya
pengiriman domestik ke Indonesia Timur bisa turun.
6. Melakukan review ulang penambahan kapasitas Pelabuhan Kalibaru
atau New Priok karena keberadaan pelabuhan di Jakarta sudah tidak tepat
lagi karena 80% pemakai jasa pelabuhan berada di luar DKI Jakarta
sehingga penambahan kapasitas Tanjung Priok akan menambah kemacetan di
Jakarta, pembangunan infrastruktur akan berpusat di Jakarta untuk
mengurangi kemacetan akibat Tanjung Priok menjadi pusat pelabuhan di
Indonesia.
Sangat tinggi faktor resiko (Risk Management) karena 70%
ekspor dan impor melalui Tanjung Priok. Biaya logistik terutama
transportasi ke Tanjung Priok sangat tinggi karena jauh dari pusat
industri dan kemacetan yang parah.
7. Perubahan Perpres No.36 tahun 2012 mengenai pembangunan New Priok
yang berhubungan dengan Pelabuhan Cilamaya. Dengan memberikan kesempatan
kepada swasta dan Pemda Jabar untuk mengembangkan pelabuhan Cilamaya
sebagai pelabuhan ekspor khususnya otomotif dan mengurangi biaya
logistik karena biaya transportasi ke Cilamaya lebih rendah dari Tanjung
Priok.
8. Memberikan kesempatan kepada pihak swasta untuk mengelola
pelabuhan umum yang masih dikelola oleh kemenhub sehingga terjadi
percepatan pembangunan pelabuhan di seluruh Indonesia dan terjadinya
persaingan antar operator pelabuhan untuk menurunkan biaya pelabuhan
yang selama ini dimonopoli oleh Pelindo sehingga tidak efisien.