Organisasi Angkutan Darat Provinsi Jawa Tengah mengapresiasi
penerapan kebijakan pembatasan jumlah muatan angkutan barang karena
dinilai menguntungkan para pelaku bisnis ekspedisi.
“Kami menyambut baik penerapan aturan pembatasan muatan angkutan
barang yang mulai diterapkan akhir September 2014 dan akan segera
merumuskan tarif baru yang menguntungkan perusahaan angkutan barang
serta pengguna jasa,” kata Ketua Organda Jateng Karsidi Budi Anggoro
seperti dikutip Antara, Senin (6/10/2014).
Menurut Karsidi, ketidaktegasan pemerintah untuk melaksanakan aturan
pembatasan muatan angkutan barang yang tercantum pada Peraturan Daerah
Tentang Pengendalian Angkutan Barang selama ini menyebabkan banyak
pengusaha truk yang melakukan pelanggaran.
Selain mengakibatkan jalan-jalan menjadi rusak, katanya, longgarnya
penerapan aturan tentang pembatasan muatan tersebut juga merugikan para
pemilik truk karena pengguna jasa menjadi semena-mena menaikkan berat
muatan, sedangkan ongkos angkut tidak mengalami kenaikan yang
signifikan.
“Pemilik truk tidak bisa menolak karena berisiko kehilangan muatan
dan akibat sering dipaksakan mengangkut melebihi ketentuan dan
kemampuan, truk menjadi lebih cepat rusak,” ujar Karsidi.
Ia juga menjelaskan bahwa dengan adanya penerapan aturan pembatasan
muatan angkutan barang maka para pemilik truk mempunyai alasan kuat
untuk mengangkut sesuai kemampuan truk. “Selama inikan praktik di
lapangan tidak sesuai dengan ketentuan sehingga menyebabkan truk cepat
rusak,” katanya.
Kendati demikian, Karsidi mengakui, pembatasan tonase membuat
perusahaan pengguna jasa angkutan mengeluarkan biaya lebih besar. “Hal
itu bukan masalah besar dalam dunia bisnis karena pengusaha tinggal
menghitung kembali besaran biaya angkutan untuk ditambahkan pada harga
barang dan DPP Organda sudah menginstruksikan DPD Organda seluruh
Indonesia supaya menertibkan muatan,” ujarnya.
Mulai 29 September 2014, kendaraan angkutan barang yang berat
muatannya melebihi 25 persen dari jumlah berat yang diizinkan tidak
diperbolehkan jalan dan truk yang ketahuan melanggar batas muatan harus
berbalik menuju arah kedatangan.
Penertiban mengenai angkutan barang itu, disepakati 10 provinsi,
yaitu Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta, Yogyakarta, Jawa
Timur, Bali, Lampung, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat.