Merdeka.com - Sektor logistik Indonesia, masih jauh
dibandingkan dengan negara tetangga di Asia Tenggara. Banyak pekerjaan
rumah yang harus dibenahi pemerintah. Padahal, sistem logistik yang
efisien sebagai pembentuk konektivitas untuk meningkatkan daya saing
nasional dan kesejahteraan rakyat.
Chairman Supply Chain Indonesia (SCI) Setijadi mengatakan lemahnya
sektor logistik Indonesia, bisa dilihat dari berbagai indikator yang
dikeluarkan oleh lembaga internasional maupun dari berbagai permasalahan
yang muncul di lapangan.
Paling tidak, untuk membenahi berbagai permasalahan sekaligus
mengembangkan sektor logistik, pemerintah UU Logistik, rencana
pembangunan jangka panjang (RPJP) logistik, dan kelembagaan logistik.
Menurut dia, pemerintah perlu mendorong pembentukan UU Logistik,
karena regulasi logistik dalam bentuk atau tingkat UU diperlukan untuk
sinkronisasi dan harmonisasi hukum. Aturan tersebut, bisa mendorong
aktivitas bisnis logistik melalui berbagai kelembagaan dengan
mendapatkan kepastian hukum, berjalan tertib, mencerminkan keadilan,
berdasarkan prinsip-prinsip Good Governance (GG) dan Good Corporate
Governance (GCG).
"UU Logistik juga diperlukan karena pada saat ini regulasi yang
menjadi acuan sistem logistik adalah cetak biru pengembangan sistem
logistik nasional (Sislognas) yang ditetapkan dengan Perpres No. 26
Tahun 2012," ujarnya dalam siaran pers, Jakarta, Kamis (11/9).
Di sisi lain, bagian-bagian dalam sistem logistik justru diatur dalam
bentuk UU (seperti UU No. 23/2007 tentang Perkeretaapian, UU No.
17/2008 tentang Pelayaran, UU No. 1/2009 tentang Penerbangan, dan UU
No.22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan).
"Ketidaktepatan tingkat dan tatanan regulasi tersebut berdampak dalam
tahap implementasi. Indikasi utamanya adalah ketidakberhasilan
pencapaian berbagai program dan rencana aksi Sislognas," ungkapnya.