JAKARTA. Para pelaku usaha pelabuhan Tanjung Priok meminta pemerintah
untuk segera memutuskan rencana penyesuaian tarif terminal handling
charges (THC) yang telah diusulkan oleh PT Pelindo II sejak empat bulan
lalu kepada pemerintah.
Ketua Pemakai Jasa Angkutan Laut Indonesia (Depalindo) Toto
Dirgantoro mengatakan, operator di pelabuhan butuh kepastian mengenai
biaya tarif yang akan dikenakan di pelabuhan Tanjung Priok. Tarif ini
akan sangat menentukan rencana investasi perusahaan dan peningkatan
layanan yang bisa diberikan kepada pengguna jasa pelabuhan.
"Penyesuaian tarif CHC dan THC di Tanjung Priok dapat didukung,
mengingat penyesuaian tarif sudah tidak dilakukan sejak 2008.
Penyesuaian tarif ini tentunya akan mendorong peningkatan investasi baru
oleh operator pelabuhan dan hal itu akan berdampak positif bagi para
pengguna jasa pelabuhan," ujar Toto, Jumat (19/9).
Toto menambahkan tarif yang sudah diusulkan oleh Pelindo II di JICT,
Koja dan Mustika Alam Lestari sebenarnya merupakan tarif lama yang
sempat berlaku pada tahun 2005.
Pada saat itu, penghapusan subsidiBBM oleh pemerintah, berdampak
signifikan terhadap industri, maka
mengurangi beban, pemerintah memutuskan
untuk menurunkan tarif CHC sebagai tindakan sementara. Namun,
saatini perekonomian nasional telah stabil dan menunjukkan pertumbuhan
yang solid sehingga tidak ada alasan mengapa operator
pelabuhanharus terus memikul beban tersebut.
Tarif CHC di Tanjung Priok direncanakan naik menjadi US$ 93, sehingga
Terminal Handling Charges (THC) menjadi sebesar US$ 110. Tarif THC
terdiri dari CHC (US$ 93) + VAT (US$ 9,30) dan sisanya terkait biaya
pengapalan.
Direktur The Nasional Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi
menambahkan, penyesuaian tarif CHC tidak akan berdampak terhadap
efisiensi biaya logistik, karena CHC/THC bagian kecil dalam seluruh
komponen biaya logistik. Pemerintah dan asosiasi terkait seharusnya
melihat pada rantai logistik secara holistik dan bukan hanya berfokus
pada CHC/THC.
“Penyesuaian tarif yang wajar diperlukan bagi operator pelabuhan agar
dapat melakukan investasi modal lebih lanjut demi meningkatkan
kapasitas dan efisiensi. Dengan itu kondisi infrastruktur di Indonesia
juga akan mampu mengurangi biaya logistik dalam jangka panjang,” kata
Siswanto.