Pemerintah terus berupaya membenahi sistem logistik di Tanah Air.
Tingginya biaya logistik di Indonesia yang mencapai sekitar 14% dari
biaya produksi atau 25% dari produk domestik bruto (PDB) nasional,
menjadi salah satu fokus pemerintah.
Edy Putra Irawady, Deputi Menteri Koordinator Perekonomian Bidang
Koordinasi Perniagaan dan Kewirausahaan mengatakan, pemerintah berupaya
menurunkan biaya logistik dari 25% PDB menjadi 23% PDB di tahun depan.
"Untuk menurunkan biaya logistik, kita harus mempersingkat waktu tunggu
barang dan mengurangi penumpukan barang di pelabuhan," kata Edy, yang
juga menjabat Ketua Sistem Logistik Nasional (Sislognas) di Jakarta,
Selasa (23/9).
Karena itu, lanjut Edy, pemerintah bukan hanya akan membenahi sistem,
tapi juga memperbaiki sarana dan prasarana infrastruktur pelabuhan.
Contoh, membenahi akses keluar-masuk pelabuhan Tanjung Priok. "Kalau
sudah dibenahi, nanti akan menjadi model buat seluruh pelabuhan di
Indonesia," imbuh Edy.
Natsir Mansur, Wakil Ketua Kadin Bidang Perdagangan, Distribusi dan
Logistik menilai, ada dua hal yang perlu diperhatikan pemerintah untuk
menurunkan biaya logistik.
Pertama, mengharmonisasi kebijakan biaya angkutan barang. Banyak
kebijakan tumpang tindih antar lembaga pemerintah dalam menerapkan
kebijakan sislognas.
Kedua, konektivitas berbasis maritim harus dipercepat. Artinya,
mengalihkan angkutan barang dari darat ke laut. Buruknya infrastruktur
darat mengakibatkan biaya logistik nasional menjadi tinggi.
Natsir bilang, saat ini volume logistik melalui angkutan darat 2,5
miliar ton per tahun atau 92% dari total angkutan barang, angkutan laut
194 juta ton (7%) dan udara 1,3 juta ton (0,05%) per tahun. "Jadi, yang
perlu dipercepat pembangunan konektivitas antarpulau dengan sistem
pelayaran jarak pendek," kata Natsir.