Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah mendatang yang akan dipimpin
oleh Presiden Joko Widodo harus mempercepat perbaikan sistem logistik
guna meningkatkan daya saing nasional menghadapi Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) pada 31 Desember 2015 dan perdagangan bebas dunia pada 2020.
Hal itu mengemuka pada Seminar Nasional bertajuk "Pembenahan Sistem
Logistik Nasional untuk Peningkatan Daya Saing," yang diselenggarakan
Kantor Berita Antara bekerja sama dengan Asosiasi Perusahaan Jalur
Prioritas (APJP) di Jakarta, Rabu.
"Ini masalah yang harus diselesaikan dan dimenangkan," kata
Menperin MS Hidayat yang menjadi pembicara kunci pada seminar tersebut.
Menurut dia, kunci untuk memenangkan persaingan pada MEA maupun
perdagangan bebas dunia salah satunya ada pembenahan sistem logistik,
agar biaya produksi bisa bersaing di tengah perdagangan bebas dimana
semua tarif bea masuk menjadi nol persen.
Sayangnya, ia mengakui selama lima tahun terakhir pembangunan
infrastruktur belum mengalami peningkatan yang berarti untuk mendukung
biaya logistik yang lebih bersaing.
"Berdasarkan data Bank Dunia, Indonesia hanya lebih baik dibandingkan Kamboja, Laos, dan Myanmar," katanya.
Oleh karena itu, ia mengingatkan agar ke depan masalah daya saing
terkait biaya logistik yang terkait pula dengan struktur biaya produksi
harus terus dipantau, dievaluasi, dan diperbaiki agar lebih efisien.
Berdasarkan data Bank Dunia seperti yang dikemukan ekonom senior
institusi itu, Sjamsu Rahardja, Indonesia berada diurutan ke-6 dalam
Logistic Performance Index (LPI), setelah Singapura, Malaysia, China,
Thailand, dan Vietnam. "Meskipun ada peningkatan (indikator LPI) sejak
2010," katanya.
Peningkatan tersebut antara lain terkait persepsi operator
internasional tentang adanya inisiasi perbaikan infrastruktur, perbaikan
di kepabeanan, dan kompetensi sumber daya manusia. Meskipun dari sisi
"timelines" dan "tracking" masih belum ada perbaikan signifikan.
Ia merekomendasikan agar pemerintah segera memperbaiki apa yang sudah ada sekarang seperti masalah kongesti,
dwelling time (masa tunggu bongkar muat), serta pemanfaatan teknologi informasi yang masif untuk pengurusan dokumen maupun pembayaran.
Di samping peraturan pemerintah yang bersaing dan tidak tumpang tindih.
Sementara itu Ketua Asosiasi Perusahaan Jalur Prioritas (APJP) I
Made Dana Tangkas menilai fondasi sistem logistik di Indonesia sudah
ada, hanya perlu diperbaiki, dipercepat, dan terus dievaluasi
implementasinya.
"Sistem sudah ada, misalnya kita menggunakan e-logistic, e-payment,
e-cargo. Nah bagaimana mengintegrasikan semua ini dengan pelayanan
infrastruktur yang jelas," katanya.
Ia yakin sistem logistik yang mapu mendukung daya saing bisa dilakukan.
Ia
mencontohkan perusahaan jalur prioritas seperti PT Toyota Motor
Manufacturing Indonesia (TMMIN) yang mendapat fasilitas logistik yang
lebih efisien, misalnya dalam "dwelling time" hanya sekitar 2-3 hari,
sedangkan yang non jalur prioritas bisa mencapai 11 hari.
I Made Dana Tangkas juga mengusulkan pembangunan pelabuhan di
Cilamaya (Karawang) untuk mengatasi kepadatan di Tanjung Priok dan
lamanya perjalanan.
"Sekarang dari Karawang ke Tanjung Priok yang jaraknya sekitar 70km memakan waktu sembilan jam," katanya.
Padahal, kata dia, sebanyak 2.700 perusahaan industri ada di
kawasan timur Jakarta termasuk Bekasi dan Karawang, yang semuanya
bergerak ke Tanjung Priok sehingga menambah kepadatan.
"Kalau
bisa lebih dekat (pelabuhannya) kenapa tidak, karena akan ada
penghematan tidak saja dari sisi biaya tapi juga waktu," katanya.
Jarak kawasan-kawasan industri di sekitar Karawang ke Cilamaya hanya mencapai 30 km.
Direktur Perdagangan Investasi dan Kerjamasa Ekonomi Internasional
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Amalia Adininggar
Widyasanti mengatakan pemerintah sudah memiliki perencanaan terkait
penurunan biaya logistik.
"Strategi pertama yaitu mengembangkan dan memperbaiki infrastruktur
terutama kondisi jalan dan manajemen pelabuhan," ujarnya.
Wamenhub Bambang Susantono mengakui bila semua moda transportasi
darat, laut, dan udara dikelola secara terpadu untuk mendukung sistem
logistik yang efisien, maka bisa memangkas biaya logistik sampai dengan
50 persen.
Editor: Aditia Maruli