Bisnis.com, JAKARTA - Kegiatan relokasi kargo impor
melalui terminal 3 Pelabuhan Tanjung Priok memicu biaya tinggi logsitik
akibat masih adanya pungutan biaya siluman yang ditarik oleh mitra
perusahaan pindah lokasi penumpukan (PLP) maupun oleh perusahaan bongkar
muat (PBM) di pelabuhan itu.
Wakil Ketua Komite Tetap Bidang
Perdagangan dan Kepabeanan Kadin DKI Jakarta Widijanto mengatakan Kadin
DKI menerima keluhan soal biaya-biaya siluman relokasi kargo impor
akibat lemahnya pengawasan dari manajemen Pelindo II terhadap kegiatan
relokasi kargo impor dari terminal 3 pelabuhan Tanjung Priok.
“Mestinya
semua tarif/invoice yang di tagihkan ke pemilik barang impor saat
relokasi ditembuskan atau diketahui juga oleh Pelindo, sehingga tidak
terjadi penyelewengan biaya relokasi,” ujarnya kepada Bisnis, hari ini,
rabu (17/9/2014).
Dia mengatakan pebisnis pada prinsipnya tidak
mempersoalkan siapa yang mengerjakan perpindahan barang/relokasi kargo
impor dari terminal 3 Pelabuhan Priok ke lapangan penimbunan sementara
ke lini 2 pelabuhan Priok sepanjang biayanya transparan dan sesuai
dengan yang sudah ditetapkan Pelindo.
Widijanto mengatakan
relokasi kargo impor dari terminal 3 Pelabuhan Priok dikarenakan
keterbatasan sarana dan prasaran lapangan penumpukan di terminal itu
untuk menampung arus barang impor jenis general cargo, bag cargo maupun
curah.
Padahal, semestinya, kata dia, Pelindo II Tanjung Priok
menyiapkan kecukupan fasilitas lapangan sebagai buffer atau pendukung
bongkar muat kargo impor tersebut supaya relokasi kargo yang biayanya
dibebankan kepada pemilik barang impor tidak terjadi.
“Pelindo
jangan cuma menunggu menerima laporan volume kargo impor yang direlokasi
saja, tolong awasi dong itu soal tarif relokasinya,” paparnya.
Dia
juga mempertanyakan, komitmen Pelindo II Tanjung Priok untuk
memberlakukan single billing atas kegiatan relokasi kargo impor di
terminal 3 pelabuhan Priok.